Tapi, aku tidak menyangka pohon labu siam yang merambat itu merambat tidak karuan bahkan sampai mau melompat ke atap tetangga. Tentu menjadi masalah kalau pohon itu melompat ke atap mereka. Aku usahakan untuk menariknya agar tidak tumbuh merambat di atap tetangga agar tidak menjadi masalah di kemudian hari.
Bulan demi bulan berlalu dan sampailah di awal 2008. Labu siam itu atau labu sium kata anakku yang pertama, mulai muncul bunganya yang mungil kuning. Aku dan keluargaku gembira sekali. Namun, lebih girang lagi separuh atap rumahku ditutup labu itu. Hampir semua ujungnya berbunga. Ya…labu sium hanya berbungga pada ujung-ujungnya. Sukurlah karena pohon merambat itu memiliki banyak cabang.
Kemunculan bunga yang banyak itu diiringi dengan datangnya para lebah madu. Ketika aku memunculkan kepalaku diantara bunga dan lebah-lebah itu aku seolah-olah menjadi raja lebah madu. Nguing-nguing-nguing tidak karuan aku dengar dari kumpulan lebah-lebah yang sibuk. Mereka menghisap sari bunga. Beberapa ekor diantarnya bahkan ada yang belepotan putik sehingga harus membersihkan muka dan badannya dari tumpukan putik agar mereka bisa terbang pulang kandang.
Bulan berikutnya kami gembira lagi karena para bunga berubah menjadi pentil. Sesuatu yang luar biasa karena kami semua adalah orang kampung yang ke kota dan tidak pernah bertani labu siam seperti itu. Yang kami bayangkan labu siam selalu merayap di tanah sawah atau tegalan. Akhirnya pentil itu menjadi buah semua dan siap kami panen pada bulan berikutnya.
Kami girang bukan kepalang. Beberapa kali kami memasak labu siam dan juga pucuk-pucuk daunnya. Lezat bukan main karena itulah sayuran yang dijamin organik. Kami menanam begitu saja tapi pupuk dan pestisida. Satu-satunya pupuk yang aku sediakan adalah air kencingku yang khas dengan pete dan jengkol. Ahhh….benar-benar organik dan tiada duanya.
Satu ketika panen tiba, aku harus memanjatnya ke atap rumahku. Sukurlah tidak terjadi apa-apa. Panen lancar. Yang mengherankan satu batang labu siam menghasilkan hampir seratus kilogram. Dulu kami yang berniat agar menjadi sayuran gratis ternyata kami jadi bingung karena saking banyaknya. Akhirnya, kami putuskan untuk membagikannya secara gratis kepada orang-orang di sekitarnya rumahku. Hasilnya satu RT lebih mendapatkan sayur gratis dari rumahku.
Aku bersyukur bisa beramal dengan Cuma labu siam kesayangan kami. Tidaklah mungkin kami menghabiskan semuanya labu sebanyak itu. Ada yang disayur, ada pula yang direbus begitu saja sebagai lalapan matang. Rasanya manis dan sedap dimakan dengan sambal terasi.
Cukuplah kami mendapat syukur atas labu siam yang melimpah itu. [ ]
No comments:
Post a Comment